“Bukankah Allah telah ada dengan tanpa tempat sebelum adanya tempat?“. Teologi
yang dilontarkan dengan pertanyaan sederhana ini diyakini oleh sebagian
kaum muslimin yang menisbatkan dirinya kepada ilmu dan kebaikan sebagai
alasan untuk menolak bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy. Dan bahwasanya
jika Allah istiwa’ di atas Arsy berarti Allah butuh terhadap Arsy.
Demikian klaim mereka.
Ketahuilah saudara-saudariku rahmatullahi ‘alaikum…
Bahwasanya ketika Allah menciptakan makhluk-Nya yang
berupa tempat, semisal Arsy dan langit, maka penciptaan tersebut tidak
lepas dari tiga kemungkinan:
1. Allah menciptakannya di dalam diriNya
Barangsiapa meyakini keadaan yang seperti ini maka sungguh
ia telah terjerumus ke dalam kesalahan yang nyata. Karena tidaklah
mungkin Allah menciptakan makhluk di dalam diriNya. Ibnu Abil Izz rahimahullah
berkata: “Tatkala Allah menciptakan seluruh makhluq adakalanya Allah
menciptakannya di dalam dzat-Nya ataupun di luar dzatnya.Yang pertama
adalah batil menurut kesepakatan ulama’ dan juga melazimkan bahwasanya
Allah sebagai tempat hal-hal yang jelek dan sebagai tempat kotoran“[1].
Konsekuensi dari kemungkinan yang pertama ini adalah Allah
menciptakan jin, manusia, iblis dan setan pada diri-Nya dan ini adalah
madzhab yang sangat jelas kebatilannya.
2. Allah menciptakan makhluk lalu masuk ke dalamnya
Barangsiapa meyakini hal ini maka sungguh ia telah terjerumus pula ke dalam kesalahan yang nyata karena Allah tidaklah butuh kepada makhluk-Nya dan tidak ada satupun dari makhluk Allah yang dapat menjadi wadah bagi Allah.
Ibnu Abil Izz berkata: “Sesungguhnya Allah tidaklah berada
di dalam ‘wadah’ sebagaimana kebanyakan dari makhluk-Nya berada di
dalam wadah. Bahkan tidak ada satupun dari makhluk-Nya menjadi wadah
bagi Allah”.
Beliau mengatakan pula: “Sesungguhnya Allah Maha Suci dari diliputi oleh makhluk atau membutuhkan makhluk-Nya, baik ‘Arsy ataupun yang selainnya”[2].
Konsekuensi dari penetapan kemungkinan kedua ini adalah
Allah masuk ke dalam seluruh makhluk-Nya termasuk jin, manusia, iblis,
setan dan surga serta neraka dan ini adalah madzhab yang sangat jelas kebatilannya.
3. Allah menciptakan makhluk di luar diriNya
Yakni Allah menciptakan makhluk di luar diri-Nya dan tidak
masuk ke dalamnya karena Allah tidak butuh kepada makhluk-Nya
sebagaimana Allah berfirman tentang diriNya:
فإن الله غني عن العالمين
“Maka sesungguhnya Allah tidak membutuhkan makhluqnya” (Q.S.Al Imran: 97).
Keadaan yang ketiga ini adalah benar, sangat masuk akal
dan analoginya dapat kita saksikan dengan panca indera kita. Tidakkah
kita menyaksikan bahwa Allah menciptakan langit sebagai atap bumi dan
langit sama sekali tidak membutuhkan bumi ?
Jikalau demikian bukanlah hal yang mustahil apabila Allah menciptakan Arsy lalu ber-istiwa tinggi di atasnya dan tidak membutuhkannya.
Berkata Ibnu Abil Izz ketika menjelaskan perkataan imam Ath Thahawiy: “{Allah
tidak butuh kepada Arsy dan apa yang dibawahnya. Allah meliputi segala
sesuatu dan berada di atasnya, makhluk-Nya tidaklah mampu meliputinya}, Syaikh mengucapkan
ucapan ini untuk menjelaskan bahwasanya Allah menciptakan Arsy dan
ber-istiwa tinggi di atasnya bukan karena butuh kepadanya namun bagi-Nya
hikmah yang menuntut hal itu.
Dan keberadaan sesuatu yang tinggi berada
di atas yang di bawah tidaklah melazimkan yang bawah menjadi wadah bagi
yang atas, dan meliputinya serta menyangganya dan tidak pula melazimkan
yang atas membutuhkan yang di bawah. Lihatlah kepada langit, bagaimana
ia berada di atas bumi namun tidak butuh kepada bumi.
Ketinggian Allah
lebih besar dan lebih mulia dari melazimkan hal tersebut namun kelaziman
dari ketinggian-Nya adalah termasuk kekhususan-kekhususanNya. Yaitu
Allah yang membawa yang berada di bawah dengan kemampuannya, Allah yang
meliputinya, apa yang ada di bawah butuh kepadaNya dan Dia tidak butuh
kepadanya. Allah di atas Arsy dan
Dia yang membawa Arsy dan para pemikulnya. Allah tidak membutuhkan Arsy
namun Arsy yang membutuhkan-Nya.
Allah meliputi Arsy dan Arsy tidaklah
meliputi Allah. Allah membatasi Arsy namun Arsy tidaklah membatasi
Allah. Kelaziman-kelaziman ini semuanya tidaklah ada pada makhluk”[3].
Semoga bermanfaat dan Allah menunjukkan kepada kita jalanNya yang lurus.
***
Bantul – Yogyakarta
Catatan kaki
[1] Syarh Akidah Ath Thahawiyah:2/389, Al imam Ibnu Abil Izz, cet: Darul Hajar
[2] Syarh Akidah Ath Thahawiyah:1/268, Al imam Ibnu Abil Izz, cet: Darul Hajar
[3] Syarh Akidah Ath Thahawiyah:2/372, Al imam Ibnu Abil Izz, cet: Darul Hajar
—
Penulis: Zaenuddin Abu Qushaiy
Artikel Muslim.Or.Id