Jumat, 19 Juni 2015

Anak-anak. Penjual koran

Alhamdulillah hari ini adalah hari kedua di bulan ramadhan, saya baru bisa memanjakan jari dan keyboard bahagia bersama untuk sekedar menuliskan beberapa omong kosong yang saya lalui beberapa hari ini. Pagi tadi saya ada beberapa kepentingan untuk tugas keluar kota, hingga sampai di lampu merah saya mendapati beberapa anak yang menjajakan koran kesetiap orang yang berhenti di lampuan. sebenarnya sudah sering saya melihat hal seperti ini, bahkan nurani saya sudah tidak asing lagi ketika berpapasan dengan mereka. Sepele memang, dan sudah semacam hal biasa kita dapati di kota besar beberapa anak kecil seumuran 9 hingga 12 tahun menjajakan koran. Tapi bagian terkecil hati saya mengutuk hal semacam ini. saya mengerti betul di tengah perekonomian yang semakin hari semakin tidak mengenakan, ditambah lagi BBM yang harganya tidak karuan, sekali lagi saya mengerti bahwa beberapa orang tua akan berpikiran buntu untuk mengepuli asap dapur mereka.

Dan mungkin inilah beberapa alasan orang tua tadi semacam mengikhlaskan anak anak mereka menjajakan koran dengan alasan membantu biaya hidup. tragis bukan ?, Tapi inilah kenyataan nya. serta merta hal begini merupakan suatu peluang besar untuk dimanfaatkan beberapa marketing koran. Saya tidak perlu mengajak anda untuk membayangkan jikalau adik atau anak kita menjadi seperti mereka. karena setiap orang dewasa pasti merasakan hal yang sama.


Ekploitasi Anak

Beberapa waktu lalu kita sempat di hebohkan melalui pemberitaan media masa mengenai kejadian yang menimpa Angeline si anak malang yang dinyatakan hilang kemudian ditemukan sudah meregang nyawa di samping rumah orang tua angkatnya. Sejatinya hal semacam ini tentu akan menuai banyak kecaman di hampir semua kalangan masyarakat. Sejak awal pendeklarasian HAM, berbagai bentuk peraturan yang bersifat universal telah dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya perlindungan HAM di dunia. Jika kita berbicara mengenai perihal Pekerja anak, maka fatwa yang di keluarkan HAM ialah Hak tentang perlindungan anak. Di belahan negara manapun, terutama Indonesia, kehidupan seorang anak merupakan sorotan utama bagi masyarakat ataupun pemerintah. Namun sayang, kurang nya perhatian terhadap anak dari orang tua masih merupakan suatu hal yang klise untuk dibicarakan, terlebih bagi mereka yang kurang mampu.

Beberapa contoh yang sering saya amati sekarang ini adalah penjaja koran daerah sampit. Hampir di setiap perempetan lampu merah dan jalan lainnya mereka sangat aktif menjajakan koran. Anak – anak tersebut dengan gigihnya merayu para pengemudi mobil dan kendaraan lainnya untuk membeli koran mereka. Biasanya koran yang mereka jajakan adalah koran nomor wahid yang ada di kotim, yaitu radar sampit. saya sempat berpikir, mungkin para pimpinan koran tersebut sibuk menghitung laba atau membuat pencitraan Bupati sehingga hal mengenai anak jalanan yang malang ini tidak pernah diangkat menjadi topik di koran yang mereka jajakan untuk sekedar basa basi kepada pemerintah bahwa begini Lho yang terjadi sekarang !. nyatanya hal ini dianggap sepele karena urusan perut.

Saya sudah mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri bahwa menulis hal semacam ini tidak berguna, karena kita tau beberapa hal yang menyangkut urusan perut tidak mudah untuk di selesaikan, toh si anak malang ini dengan senang hati menjadi kuli kaum kapitalis intelektual. lantas siapa yang musti disalahkan ? apakah pimpinan nya ?, tidak. sedikitpun saya tidak menyalahkan para dedengkot radar sampit, mungkin yang salah adalah strategi pemasaran koran tersebut yang seolah memanfaatkan momen dimana kemiskinan mendera anak kurang mampu. Saya bukan motivator ataupun ahli strategi dalam marketing, untuk sekedar memberi solusi bagaimana melakukan cara penjualan yang efektif tanpa harus menguras tenaga anak anak. dan lagi jikalau anak anak tidak berjualan, pasti akan timbul pertanyaan, bagaimana nasib mereka ? yang tentu saya sendiri tidak bisa menjawabnya.


*** Sekian

Kamis, 07 Mei 2015

Selamat Kawan !

Selamat donny nyoto dan anang mashudi !!!

tidak ada kata yang pas lagi untuk menggambarkan rasa senang ketika mendengar dua orang kawan lama saya ini akhirnya menjadi sorang ayah. Saya kenal betul mereka berdua, terutama anang. kami berteman sejak Mts. dan kita sudah tidak lagi saling menutupi kehidupan hina ini, kita sudah tau siapa yang salah dan benar, bahkan kita pernah saling memusuhi satu sama lain, namun tetap tidak bisa memisahkan rasa persaudaraan yang sudah jauh terjalin. Tentu, jika sekarang kamu memiliki sorang anak, bahkan secara tidak langsung aku akan merasa sebagai sorang paman. itu pasti kawan.

IMG_20150507_215320

Dan untuk donny nyoto, beberapa minggu yang lalu kita bertemu, kita bertamasya lewat cerita cerita rebel kita dulu. jauh dari hari ini atau beberapa tahun yang lalu. kita pernah minum arak dan menenggak butiran obat hingga meracau satu sama lain. dan tentu kamu selalu menengahi ketika aku terlibat dialog omong kosong dengan mirlan mengenai Anarchisme dan berbagai teori lainnya sebagai pembanding, bahwa dengan membangun komunitas komunitas akan lebih Efektif daripada tatanan masyrakat dalam sebuah negara. ah, memalukan. hingga ketika kita pulang dirumahmu, kemudian di usir pak nyoto karena pulang dalam keadaan sempoyongan.

IMG_20150507_215850

 “Kawan kawan, kita tidak selalu menyangka bahwa kita sudah melewati semua ini. dan tentu kita akan terus berlanjut hingga waktu yang ditentukan semakin meredup dan mati. tidak mudah menjadi kita dulu, dan tidak remeh kehidupan kita sekarang. Berbahagialah dengan apa yang sekarang kalian capai dalam kehidupan. Tetap Rebel, tetap Rock & Roll !”

Senin, 13 April 2015

Romantisisme borjuis kecil

Banyak hal yang mewarnai indonesia saat ini, negara yang kita tau sedang dimabuk oleh Demokrasi liberal. mulai dari sistem ekonomi hingga arus media yang kian mengendalikan berita. semuanya bebas dalam kacamata demokrasi, esensinya sudah jauh berbeda dengan apa yang di elukan olah sang proklamator, dulu. Soekarno sebagai pemimpin tertinggi pada era demokrasi terpimpin menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak sesuai dengan indonesia, prosedur pemungutan suara dalam perwakilan rakyat dinyatakan kurang efektif dalam lembaga perwakilan rakyat. dan dia memperkenalkan apa yang disebut dengan “permusyawaratan untuk mufakat”.

 Lain dulu lain sekarang, buah pikiran dari soekarno mulai sedikit demi sedikit memudar, bahkan berbagai macam teori menyangkalnya. Berbagai macam kelas filsafat dan berbagai aliran politik memadati panggung sejarah indonesia, semuanya hampir menyesakan tenggorokan jikalau pecandunya mulai berdialektika.

Jauh di negeri sebarang kita pernah belajar komunis dan sosialis dari seorang guru filsafat bernama marx dan engels. dan didalam sejarah indonesia banyak ditemukan ajaran marxisme lewat tulisan tokoh seperti Tan malaka, semaoen, hingga DN. aidit. Tengok lagi ke era rejim soeharto, setelah berhasil melumpuhkan Marxisme selama hampir 30 tahun lamanya, sampai ketika sewaktu saya masih di bangku Sekolah dasar musti dicekoki propaganda anti komunis lewat film G30s pki yang menjadi titik awal kehancuran Ideologi kiri yang di haramkan sang penguasa pada saat itu.

komplek memang permasalahan negeri ini, jika harus di gambarkan dalam bentuk wujud manusia, mungkin gambaran yang cocok adalah manusia yang semakin kurus dengan koreng melepuh semakin hari semakin membusuk.

Kini, pada masa sekarang. tahun dimana presiden pilihan rakyat mulai memainkan perannya sebagai messiah yang beberapa bulan sebelumnya di puja dan di puji lewat media, akhirnya membebaskan lagi mereka yang terkekang puluhan tahun yang dulu mencari jati diri. tikus tikus got hingga anjing anjing pemburu penguasa orde baru  kini telah berubah menjadi kacung manis yang berusaha eksis di masa pemerintahan baru ini.
dosa memang ketika saya harus menuliskan hal ini, karena siapalah saya ? cuma anak kemarin. ketika aktivis sekaliber fajroel rahman di tangkap dan diasingkan rejim orba, saya masih menetek di pangkuan emak. tak masalah, setidaknya demokrasi liberal bisa di jadikan alasan kuat untuk menyangkal dosa dosa saya.

Kemarin saya terkejut membaca salah satu web yang pada akhir akhir ini saya buka, dan empunya membeberkan betapa bejadnya sejarah dari organisasi yang dulu dikenal dengan SMID dan sekarang berubah menjadi sebuah partai yaitu PRD. Konon, dulu ketika matahari demokrasi tak tampak maka di tandailah berdirinya sebuah organisasi bernama SMID ini.
keadaan indonesia pada waktu itu memang sedang kacau, dan kebetulan pada saat rejim seoharto berada di ujung tanduk SMID lahir sebagai salah satu ancaman kekuasaan. Saya geli dan merasa curiga ketika dia mengatakan kegarangan SMID pada waktu itu cuma mitos belaka. memang,saya agak kesulitan dalam mencari referensi mengenai sejarah berdirinya PRD ini, terakhir seorang kawan meminjamkan sebuah buku yang berjudul Orang-Orang yang berlawan kepada saya.
dan selebihnya cuma menengok Profil ucok homicide yang sempat menjadi aktivis PRD kemudian entah kenapa sekarang jalan sendiri.

Tak ada komunisme tanpa gerakan komunis – Mao

Komunisme. dalam beberapa dekade belakangan ini, jarang sekali terdengar kata tersebut. entah manis pahitnya sudah dilupakan, atau sekarang sudah berubah posisi menjadi “sosialisme’, atau yang lebih parah “Demokrasi liberal”. memang sejarah sangat berpengaruh atas setiap langkah bila hendak maju kedepan. begitu juga dalam hal perpolitikan bangsa indonesia. kata Sosialisme disini bukanlah kata yang dipakai oleh Marx untuk menuju sebuah komunisme. tapi, sosialisme disini adalah sosialisme yang bersatu dengan demokrasi borjuis.

Dulu, Tan malaka pernah tidak meyetujui perundingan antara indonesia dengan belanda untuk berdamai sehingga menempatkan posisi bangsa yang rela membayar kekalahan perang dan menjadi tanggungan anak cucu. beliau tidak menyetujui karena tujuan dari revolusi tidak untuk berdamai dengan penjajah.
Bagaimana menciptakan masyrakat yang kuat jika tidak dengan cara berjuang. mungkin jawaban soekarno pada saat itu cuma “lelah”, atau “aku tidak bisa diginiin”.
begitulah sekarang, resep perjuangan telah berubah. komunisme tidak lagi dijadikan sebagai senjata untuk perjuangan dengan cara radikal yang mengakhiri segala bentuk penindasan termasuk kapitalisme. harapan kita hanya mentok dengan perubahan sosial kecil kecilan dengan format kapitalisme itu sendiri, seperti perjuangan hak hak konsumen, dan perjuangan pemberatasan korupsi dll.

Jadi, perubahan komunisme ke sosialisme tersebut tidak hanya pada tata bahasa saja, melainkan pada feel dan mood. Tentu alasan ini tidak ada salahnya jika menelisik kembali apa yang terjadi pada aktivis komunis indonesia pada tahun 1965 – 1969. seolah olah, intelektual kiri masa kini mengurangi tingkat resiko menjadi lebih minim. dengan pengurangan resiko seperti itu maka dengan mudah sekali, bahkan lambat laun  ide sosialis tersebut dikonsumsi oleh kalangan kelas menengah indonesia. seperti halnya revolusi mental omong kosong ala jokowi dengan tingkat resiko terendah, namun dengan pencitraan yang super maksimal.

kelas menengah mana yang tidak suka ?

Minggu, 08 Maret 2015

Untuk Pertemanan Bag. 2

Kemarin, belum sampai seminggu yang lalu. saya di kabari abdi bahwa dia telah memeriksakan kesehatannya kepada seseorang. yah oke kataku, jadi bagaimana ?. katanya, dia mengalami sakit ginjal, paru-paru, reumatik, dan juga matanya di vonis oleh orang yang memeriksa kesehatannya itu sudah minus. dia mengabariku lewat BBM, kami sering ngobrol via BBM akhir akhir ini. bahkan kami sering bertukar pikiran lewat sosial media ber-quota sialan ini. mungkin kecilnya kesempatan kami untuk bertemu adalah hal yang paling klasik yang saat ini menjadi momok perkawanan kami beberapa tahun ini.

Jadi, aku bertanya kepadanya dengan siapa mereka (firly, dan abdi) memeriksakan kesehatan sehingga sekurang kurang ajarnya dokter spesialis-pun tidak pernah mem vonis pasiennya tanpa ada pemeriksaan yang super teliti. lain lagi komentar mieke mengenai pemeriksaaan ginjal dan paru – paru ini memang harus di rontgen oleh si pemeriksa kesehatan itu tanpa ada terkecuali. dan tentu seperti biasa abdi cuma diam tanpa menjelaskan tetek bengek bualannya di BBM pada malam itu, sampai pada akhirnya rasa penasaran kepada si bangsat macam apa yang dengan lancang membatasi umur seseorang dengan klaim penyakit penyakit yang kami tau pada dasarnya setiap tubuh manusia beresiko terkena berbagai macam penyakit ini.

Malam selanjutnya setelah saya bersetuju membiarkan diri dan membuang sangat banyak energi positif untuk mendatangi tempat pemeriksaan itu bersama abdi dan juga kakak perempuannya, saya terkejut ternyata dia ( Si jahanam ) tukang periksa itu adalah seorang member Tiens. yang mengejutkan lagi adalah abdi dan kakak nya juga ikut dalam komunitas marketing sialan yang pernah saya jumpai di muka bumi dan mengutuk dalam hati betapa bodohnya kenapa saya berada di tempat macam ini dan tentu juga tidak lupa saya mengutuk kawan yang telah mengajak saya kemari.

Jauh sebelum beberapa malam sialan itu, tepatnya sekitar tahun 2007 ketika saya masih duduk di bangku SMA kelas 3. saya sudah sering mendengar Tiensi atau yang sekarang berevolusi menjadi Tiens tersebut. dulu sekali ketika kawan kawan sering mengikuti festival band di sampit, tempat andalan untuk nongkrong kami di pemancar TVRI, karena ada seorang kawan yang bernama kadar tinggal disitu. kami sering mabuk dan muntah bahkan bersenang senang di halaman pemancar TVRI, terkadang mereka yang saking mabuknya berani memanjat ketinggian pemancar tersebut juga ada, kecuali saya, karena pada dasarnya saya takut dengan ketinggian dan entah sering sekali paranoid melihat kawan kawan yang bersenang senang diatas sana.

Rasanya, kalo tidak salah kadar lah yang mengenalkan seorang kawan yang katanya pembisnis muda sukses dan ingin berbagi tips omongkosongnya kepada kami, itu menurut saya. waktu itu, kami tidak tau menahu masalah Tiensi ini apa an, jadi ketika kami di prospek dan tentu di jejali dalam lubuk hati kami yang paling dalam berupa keinginan keinginan membahagiakan orang tua, sekolah dengan biaya sendiri, kendaraan hasil sendiri, dan banyak lagi impian yang nampaknya, memang kami adalah sasaran yang paling empuk untuk di bodohi.

Tak bisa di hindari ketika setelah di prospek berupa pencucian otak secara massal, kawan kawan macam terhipnotis oleh bisnis Tiensi sialan ini. mungkin memang menjanjikan, tapi saya tidak peduli dengan mereka dan segala omong kosong produk yang di konsumsi secara teratur dengan tujuan kesehatan sedangkan kami mirisnya, sangat jauh dari kehidupan sehat wa alfiat. bukan tidak mau merubah keadaan, tapi pertanyaan saya dulu adalah, untuk apa harus ikut program ini ? bisnis yang mengekor dan memberikan keuntungan kepada mereka yang berada di level atas, sendangkan untuk yang baru ? oh, jelas harus menikmati setiap proses pembusukan lebih dulu baru bisa ber-haha hihi meliat jaringan di bawah kita menggurita bodohnya untuk menyerahkan rupiah dan membeli produk secara konsisten, begitu seterusnya. dan bagi mereka yang tidak ikut ? oh sudah pasti sangat rugi ketika di perkumpulan kawanan semua membicarakan bisnis ini tentulah kamu akan menjadi orang yang sangat tertinggal. tapi maaf kawan, walaupun kalian tidak lagi mau berkawan denganku karena bukan salah satu anggota, aku masih bisa membeli minuman sendiri dan mabuk sendiri.
teringat juga, ketika eko memprospek orang tuanya dan saya sudah tidak mau mengikuti trend ini terlalu jauh lagi. dan jika kalian ingin tau bagaimana akhirnya ? sudah jelas bisnis ini seperti tenggelam jauh sekali di dasar laut, dan jika ada yang mengingatnya mungkin akan malu dan mengutuk, sialan !
Ketika tahun tahun berikutnya berlalu, tepatnya bulan maret yang seharusnya saya harus fokus untuk bekerja dan jelas harus menyelesaikan proyek sialan berupa pandawa rebel yang sudah kami sepakati bersama musti tetap di jalankan walaupun banyak halangannya. saya agak sedih ketika seorang kawan berkata dia di daftarkan saudaranya mengikuti bisnis MLM ala Tiens, dan dia juga beralasan karena menganggur dan mencari kesibukan. padahal, jika ingin ku beri tau, sodaraku juga bergelut dalam bisnis MLM ini dan sering mengajakku bergabung untuk mendapat penghasilan sampingan yang lumayan, tapi entah mengapa bukan karena aku mempunyai pekerjaan, tapi ini adalah salah satu sikap kita untuk menolak dan menyetujui tawaran mereka. lain halnya jika kita memang ingin sekali bergabung di situ, itu merupakan keputusan dan hak individu.

dan taukah kawan, jika kalian sudah tidak mempunyai semangat lagi untuk melanjutkan pandawa rebel, aku tidak merasa keberatan, silahkan ambil keputusan. aku bekerja sendiri, dan kalian dengan jalan hidup kalian sendiri, sungguh ini tidak akan mempengaruhi perkawanan kita. cheers !

Jumat, 27 Februari 2015

Untuk Pertemanan Bag. 1

Jumat malam, ini tepatnya pukul 23.15, saya kembali harus menulis dan melanjutkan edisi pandawa rebel yang terus menerus menagih janjinya untuk segera di lunasi. agak malam memang, karena beberapa jam lalu saya mesti mengantar pacar ke sebuah mall di sampit untuk bertemu beberapa kawan lama nya yang pernah sama sama merantau di jakarta dulu, sewaktu dia kuliah. Dan mengenai hal ini, saya harus meminta maaf kepada abdi yang terus menerus mengingatkan saya untuk segera menambah beberapa tulisan kami yang memang kurang beberapa halaman untuk zine edisi kedua ini.

Jauh beberapa tahun yang lalu, mungkin sekitar 5 – 6 tahun, saya kembali teringat alm. Lutfi, kawan kami. dia adalah pemain bola di sekolah sewaktu SMA. sungguh luar biasa jika seandainya dia masih bisa hidup sampai sekarang, mungkin karir nya dalam dunia persepak bolaan akan melesat jauh sangat tinggi, atau kemungkinan terburuk dia hanya akan menjadi pemain futsal yang seminggu dua kali mengucurkan keringat di sela sela kesibukan ini itu di siang hari, seperti halnya manusia pada umumnya. Tidak tau kenapa bisa teringat kawan lama yang sudah meninggal lebih dulu, mungkin ini salah satu faktor umur saya yang semakin hari semakin menua, semakin lembut menghadapi hidup, semacam iwan fals yang sekarang membintangi sebuah iklan kopi dan merasa nikmat ketika meminumnya.

Dulu, kami memang agak kurang akrab berteman, tapi ada beberapa waktu yang bersamaan ketika dia bermain ke pandawa, kerumah saya yang merupakan markas anak anak untuk memulai malam yang panjang. sebuah kebanggaan yang dalam menikmatinya dirasa penuh suka cita. malam yang selalu kami tunggu ketika seharian mendapat hukuman di sekolah, dan mebusuk dalam pelajaran yang tidak kami sukai. dan saat dia mulai mencampur alkohol 75% kedalam botol aqua yang berisi air dicampur dengan kuku bima, dengan sangat hati hati sekali agar tidak ketahuan orang tua saya, saat itulah yang mengingatkan saya bahwa hari ini tidak ada kawan yang mempunyai semangat sebesar dia. jauh sekali dia berjalan kaki menuju rumah saya hanya untuk berbagi nikmatnya mabuk bersama, walau dengan cara sembunyi sembunyi. hingga akhirnya kami keluar pagar dan menggila pada malam itu, tertawa dan terbahak menceritakan kebodohan kawan kawan yang selalu bolos tiap kepala sekolah memulai pelajaran. dan sudah tentu kami bernyanyi di tengah jalan sehingga sering kali pak syarif, guru sosiologi kami keluar rumah untuk memastikan kami baik baik saja, karena rumahnya memang tepat di depan rumah saya. dan beberapa tahun berselang, setelah kami keluar dari busuk nya masa masa SMA, dan memulai kehidupan selanjutnya. kabar duka dari orang tua saya sangat mengejutkan, karena katanya dia ( Lutfi ) meninggal dan besok pagi di kuburkan. dia meninggal tepat di lapangan sepak bola, dan pada saat pertandingan di istirahatkan beberapa menit. kabarnya, ketika itu dia sedang asik menimang bolanya, kemudian jatuh tersungkur.

Jam sekarang menunjukkan pukul, 00.07. sekilas wajah kawan saya yang sudah almarhum itu terbayang jelas seperti tersenyum ketika saya menuliskan tentang dirinya. kemudian terdapat buku yang belum saya baca dengan judul Freedom from the self yang terletak di samping komputer, seolah olah mengingatkan kami, bahwa ini lah puncak yang kita cari selama ini wahai kawan !